Fundamental baik, rupiah berpeluang kembali menguat dalam jangka pendek-menengah

Dalam beberapa hari terakhir, rupiah tak kunjung mampu keluar dari tekanan. Penguatan rupiah terakhir terjadi pada 5 Agustus silam, saat itu rupiah ditutup di level Rp 14.550 per dolar Amerika Serikat (AS). Setelah itu, rupiah terus mengalami pelemahan.

Pada perdagangan Selasa (18/8), rupiah kembali melemah dan ditutup di Rp 14.845 per dolar AS. Artinya dalam delapan hari terakhir, rupiah sudah melemah hingga 2,07%.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan, pelemahan rupiah kali ini masih bergerak sesuai dengan fundamentalnya. Ia menyebut, penguatan tajam rupiah sebelumnya terjadi karena adanya inflow dari penerbitan surat utang negara dan portofolio pemerintah.

Sementara saat ini, David menyebut fundamental rupiah sebenarnya cukup baik. Hal ini tercermin dari mulai kembali meningkatnya impor Indonesia yang menandakan kondisi aktivitas ekonomi semakin baik.

“Walau impor naik, nyatanya ekspor juga mampu mengimbangi setelah neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 3 miliar. Impor yang naik juga akan mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat karena banyak bahan baku yang memang perlu diimpor,” ungkap David kepada Kontan.co.id, Selasa (18/8).

Selain itu, David mengatakan likuiditas valas yang ada di Indonesia saat ini juga cukup melimpah dan terus mengalami perbaikan dibanding bulan-bulan sebelumnya. Hal ini menurutnya bisa menjadi katalis positif bagi rupiah.

Ditambah lagi, David memproyeksikan surplus neraca dagang Indonesia masih akan terus meningkat hingga akhir tahun nanti. Dus, valas-valas yang ada di pasar saat ini nantinya akan dikonversikan ke rupiah yang berpotensi menguatkan nilai tukar rupiah.

“Jadi dalam jangka waktu pendek-menengah, rupiah berpeluang kembali menguat. Mengingat saat ini titik keseimbangan rupiah ada di kisaran Rp 14.600 - Rp 15.000 per dolar AS,” tambah David.

Terkait kinerja rupiah di pasar emerging market, David menyebut kinerja rupiah memang cenderung mengalami pelemahan. Namun, kondisi di pasar emerging market sendiri cenderung mixed dan kondisinya juga berbeda dengan periode April silam yang tertekan akibat kekurangan likuiditas dolar AS.

“Saat ini likuiditas dolar AS cukup melimpah, tidak seperti April silam. Sehingga kondisi mata uang emerging market saat ini cenderung mixed dan kinerja rupiah yang melemah secara keseluruhan masih cukup wajar,” pungkas David.

-Tariza

 

No comments

Powered by Blogger.